14 Desember 2012

Urgensi Gerakan Mahasiswa Dalam Perubahan Bangsa


MAHASISWA adalah salah satu elemen yang vital dan mempunyai peran yang penting dalam mengawal dan melakukan sebuah perubahan di setiap negara, setidaknya dalam pemerintahan birokrasi kampus. 

Peran dan tanggung jawab mahasiswa dalam melakukan kerja-kerja gerakan dalam sebuah perubahan tersebut menjadi suatu hal yang lumrah dalam garis sejarah sebuah bangsa. Apalagi dalam sejarah perubahan bangsa kita “Indonesia”. Mahasiswa merupakan bagian dari struktur sosial yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, maka tidak heran apabila orang menyebutnya sebagai agent of change and social control.

Gelar yang dinobatkan oleh masyarakat kepada mahasiswa bukan tanpa alasan dan terjadi dengan sendirinya. Ada sejarah besar yang pernah ditorehkan oleh kaum mahasiswa baik pra-kemerdekaan maupun pascakemerdekaan.

Berkaca pada sejarah, banyak sekali rentetan perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam merespons dan mengawal pemerintah demi menegakkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Mulai dari Gerakan Boedi Oetomo tahun 1908, Indonesche Vereeninging tahun 1922, Gerakan mahasiswa Orde Lama-Orde Baru dan kemudian taring organisasi mahasiswa semakin memuncak pada saat indonesia menuju reformasi 1998. Saat itu, seluruh organisasi gerakan  mahasiswa bersatu menginginkan dihapusnya rezim Suharto dan reformasi struktural dalam mengatasi krisis ekonomi global. 

Dalam konteks ini, amanat sosial yang diemban mahasiswa  begitu berat dan penuh dengan tantangan. Di satu sisi, mahasiswa dituntut untuk produktif dalam hal pengetahuan kampus (akademis). Di sisi lain, mahasiswa dituntut peka dalam persoalan sosial kemasyarakatan. Sehingga kehidupan mahasiswa harus seirama antara kebutuhan pribadi dan sosial.

Akan tetapi fenomena hari ini kehidupan mahasiswa cenderung berbalik arah dari kehidupan mahasiswa silam. Semangat organisasi yang dahulu menjadi senjata utama dalam mengawal pemerintah kini mulai luntur. Menurut pengamatan penulis, setidaknya ada beberapa hal yang mempengaruhi hal itu.

Pertama, pola pikir mahasiswa yang cenderung hedonis dan uforia. Inilah kemudian yang disebut dengan kehidupan modern. Mahasiswa cenderung apatis terhadap kehidupan para aktivis (panggilan mahasiswa yang berorganisasi) karena terkesan urakan dan menjadi sampah kampus. Sebab idealitas yang dibangun kaum aktivis adalah kematangan dalam pengetahuan dibandingkan mengutamakan penampilan. Mahasiswa saat ini lebih enjoy menjadi mahasiswa trendy, yang mengedepankan penampilan ketimbang kekuatan intelektualitas, sehingga tidak heran jika kampus hanya dijadikan sebagai ajang fashion (gaya).

Kedua, sistem pendidkan yang ada di kampus semakin mempersempit ruang gerak mahasiswa untuk beraktivitas di luar kampus. Seperti contoh adanya ketentuan mahasiswa untuk mengisi absensi kehadiran dalam satu semester 75 persen. Jangankan berfikir untuk berorganisasi, untuk mencapai target 75 persen saja bagi mahasiswa adalah hal sulit. Dampaknya, mahasiswa lebih memilih menjadi kaum akademisi yang aktif kuliah ketimbang berorganisasi. Mereka berasumsi, berorganisasi akan menghambat perkuliahan. 

Padahal jelas apa yang dinyatakan oleh Paulo Freire selaku tokoh pendidikan bahwa pendidikan merupakan ruang proses penyadaran bagi manusia, bukan untuk memasung kreativitas dan potensi mahasiswa dengan sekian peraturan yang ada dalam kampus.

Adalah kenyataan sejarah bahwa sekian hal perubahan-perubahan yang terjadi dalam negeri ini kita bisa melihat bahwa peran serta mahasiswa didalamnya sangat besar dan selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan-perubahan tersebut. 

Tanggung jawab dan rasa keterpanggilan mahasiswa di setiap angkatannya mampu mewarnai deru sejarah negeri ini. Dan ruang yang di jadikan proses tak lain adalah organisasi.

Peristiwa 1908, yang dijadikan sebagai momentum awal kebangkitan nasional Indonesia merupakan periode nasional yang banyak diisi oleh para mahasiswa bangsa ini. Sumpah pemuda 1928 yang melahirkan kebulatan tekad bangsa ini pun tidak terlepas dari peran mahasiswa dengan komunitas Jong-jongnya pada saat itu. Belum lagi peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi prakemerdekaan yang kesemuanya tidak mungkin terlepas dri adanya peran aktif mahasiswa-mahasiswa Indonesia pada saat itu. 

Soetomo, Soekarno, Hatta, M. Yamin, mereka semua adalah para founding fathers kita yang berangkat dari semenjak mahasiswa aktif di organisasi mahasiswa hingga menjadi pelopor perjuangan kemerdekaan bagi bangsa ini. Semoga semangat organisasi kembali tumbuh di kampus dan dapat menberikan kontribusi berarti terhadap perubahan bangsa yang lebih baik.

Sumber: Romel Masykuri (Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga)

0 komentar:

Posting Komentar