16 Desember 2012

Prepare Hard Skill dan Soft Skill dengan Berkiprah Menjadi Aktivis Kampus

Pengangguran di Indonesia tahun 2010 mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di nusantara sebanyak 116 juta orang. (Badan Pusat Statistik). Pengangguran merupakan masalah klasik yang dihadapi bagi negara-negara berkembang, jumlah lapangan pekerjaan tidak bisa memenuhi sumber daya manusia yang sudah termasuk dalam umur angkatan kerja.

Namun yang menjadi sorotan tajam dalam masyarakat adalah pengangguran terdidik, dimana pengangguran tersebut merupakan pengangguran intelektual yang sebelumnya selama belasan tahun mereka berkutat dengan ribuan buku, merogoh kocek yang jika diakumulasikan dari Sekolah Dasar hingga mencapai pendidikan Sarjana mungkin sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Setelah mereka pusing dihadapkan dengan pengerjaan tugas skripsi, lulus wisuda pun mereka dipusingkan dengan realitas dunia kehidupan yang sebenarnya. Dimana mencari kursi di pekerjaan yang diinginkan ternyata tidak semudah membalik telapak tangan.

Seorang pengamat tenaga kerja dari Serang, Darlaini Nasution SE menyatakan bahwa ada tiga faktor mendasar banyaknya pengangguran di Indonesia. Ketiga faktor tersebut adalah, ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja, ketidakseimbangan demand (permintaan) dan supply (penawaran) dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan masih rendah. Sebagian besar faktor tersebut menyatakan bahwa SDM sendirilah yang merupakan kunci utama kenapa individu tersebut tidak mendapatkan pekerjaan (kalau mendapat pekerjaanpun, biasanya tidak sesuai dengan kompetensi pendidikan).

Perusahaan sendiri dalam menentukan siapa saja yang akan menjadi karyawan pastinya tidak akan sembarangan dalam proses rekrutmen. Wakil Direktur Pemasaran TEMPO, Herry Hernawan mengemukakan bahwa pada dasarnya bekerja adalah berhubungan dengan banyak orang. Sehingga tidak hanya akademis saja yang diperlukan, tetapi yang penting adalah membangun hubungan antar sesama manusia. Faktor-faktor relationship, teamwork dan networking adalah hal-hal utama dalam dunia kerja.

Mahasiswa yang terbiasa dengan gaya hidup yang santai, glamor, tidak pernah tertekan pasti akan sulit beradaptasi dalam kehidupan dunia kerja yang dinamis, keras, penuh tekanan dan deadline. Apalagi mereka yang tujuan di kampus hanya nongkrong tidak jelas atau hanya berkepentingan meraih IP setinggi-tingginya tanpa tergerak hatinya untuk berbuat sedikit demi orang lain, lingkungan dan bangsa.

Untuk itulah sebelum terjun dunia kerja, mahasiswa harus mengasah keterampilan yang secara umum dicari perusahaan. Belajar berorganisasi dan mengaktualisasikan diri semuanya dapat didapatkan dengan menjadikan diri sebagai aktivis kampus.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Rohis Kampus, Lembaga Pers Mahasiswa merupakan contoh organisasi kampus yang biasa berada berada di semua kampus. Keterampilan kerja yang meliputi hard skill dan soft skill bisa dipelajari dan diasah dalam organisasi-organisasi ini.

Kemampuan hard skill bisa diasah atau dipertajam melalui organisasi kampus, ilmu yang diberikan dari dosen maka akan dilihat secara nyata apakah teori tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia nyata. Himpunan Mahasiswa Jurusan biasanya berfungsi untuk mengkaji bagaimana, seberapa jauh, dan tindakan apa saja yang bisa dilakukan dalam disiplin ilmu yang bersangkutan. Mahasiswa dapat berbuat dan meneliti kajian ilmu tersebut sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri, lingkungan serta masyarakat. Apalagi lingkup kampus yang identik dengan idealisme, kegiatan mahasiswa tersebut bersifat sosial dan tidak ada orientasi untuk mendapatkan. Sehingga kelak sewaktu terjun di medan masyarakat, mereka akan menjadi pribadi yang memiliki persistensi, berkepribadian ikhlas dan berjiwa sosial serta cepat tanggap dengan perubahan lingkungan.

Menjadi aktivis yang berkecimpung di dunia organisasi kampus seringkali diasosiasikan dengan peningkatan soft skill, sungguh memang benar adanya. Soft skill yang banyak perusahaan menjadikan syarat penerimaan karyawan sebanyak 80% tersebut akan banyak dimiliki oleh para aktivis. Organisasi kampus sendiri meskipun berada dalam area kampus sesungguhnya merupakan miniatur organisasi yang lebih besar seperti di perusahaan. Di dalam organisasi tersebut mahasiswa akan belajar mengatur organisasi, kepemimpinan, public speaking, terbiasa berada dalam kondisi tertekan, diskusi, menulis. Dalam waktu beberapa tahun jika mahasiswa konsisten untuk aktif dalam organisasi mahasiswa maka secara ekskalasi kemampuan soft skill akan semakin terdongkrak dan manfaatnya akan terasa setelah mahasiswa tersebut memasuki ranah dunia kerja, seseorang yang terbiasa berpengalaman berorganisasi sebelumnya akan mudah beradaptasi dan mengetahui seluk-beluk bagaimana cara berhubungan dengan orang lain yang tepat.

Organisasi mahasiswa yang notabene sering berhubungan dengan pihak birokrat kampus seperti rektorat atau pun dekanat, pasti mereka sedikit banyak akan mengetahui lebih jelas tentang peluang informasi yang dapat membantu mereka mendapatkan fasilitas akademik yang jarang didapatkan oleh mahasiswa awam.

Banyak sekali sebenarnya manfaat bergelut dalam dunia aktivis mahasiswa, seperti yang diketahui dunia kampus sebenarnya adalah dunia yang sarat dengan informasi, dengan menggunakan jaringan yang tepat mahasiswa akan memperoleh informasi yang berguna bagi dirinya, baik beasiswa, lomba-lomba, peluang pendanaan kewirausahaan (PKM-K, PMW, Wirausaha Mandiri, dll) sehingga kelak akan terbuka lebar kesempatan menjadi seorang wirausaha besar yang tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri namun bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa karena dapat mengurangi pengangguran dengan jalan menciptakan lapangan kerja sendiri.

Manfaat lain adalah mahasiswa yang sanggup menjalani perannya sebagai akademisi dan aktivis maka mereka pastinya orang-orang yang dapat memanajemen waktu sebaik mungkin karena waktu setiap orang memang diberi jatah 24 jam namun yang membedakan adalah kualitas dari waktu hasil dari pengaturan individu masing-masing. Sehingga dalam dunia kerja kelak mereka akan dihargai dengan prestasi atas ketepatan waktu, mampu mengerjakan pekerjaan dalam waktu singkat dan dapat menentukan prioritas tugas yang dilakukan.

Tidak ada resiko terlalu besar jika belajar dalam berorganisasi di lingkup kampus, karena kesalahan yang terjadi akan dinilai sebagai pembelajaran tersendiri, sebaliknya kesalahan yang dilakukan di tempat kerja akan berakibat fatal terhadap karir di masa depan.

Maka, alumni mahasiswa aktivis yang sekaligus berprestasi dalam bidang akademis merupakan incaran utama perusahaan-perusahaan. Apa sebab? Karena mereka jelas telah handal dalam bidang hard skill apalagi soft skill. Hard skill di sini merupakan implementasi teori yang didapatkan di bangku kuliah yang berada di lingkungan sendiri, sedangkan soft skill di sini aktivis sejati pasti akan sering mengasahnya di tempat organisasi mahasiswa masing-masing, terutama masalah komunikasi, kepemimpinan, perilaku pengembangan baik secara personal maupun interpersonal. Semua kemampuan tersebut akan nampak pada saat perusahaan melakukan tes wawancara dengan calon karyawan, maka mereka yang terbiasa mengemukakan pendapatnya secara naratif dan nalar akan mudah mengekspose seberapa jauh kemampuannya sehingga kans perusahaan merekrutnya semakin besar.

Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com

0 komentar:

Posting Komentar