14 Desember 2012

Kos-Kosan Mahasiswa


Sering terdengar di telinga kita kamar sewa atau biasa di sebut kos-kosan yang berada banyak di dekat kampus dan pabrik-pabrik besar yang berada di tengah kota yang merupakan tempat bernaung, beristirahat dan tempat barang kita dari kampung di simpan. Namun melihat realitas yang ada  Mahasiswalah yang menjadi sebagian besar penghuni di tempat yang dinamakan kos-kosan tersebut, dengan alasan tempat asal atau kampung halaman jauh dari Kampus demi mengirit pengeluaran anggaran tiap Tahun hingga pada bulanan. Sebagai salah satu faktor pendukung untuk belajar dengan tenang tanpa ada ganguan dari sanak keluarga seorang mahasiswa yang jauh dari kampung halaman maka di butuhkan tempat sementara, oleh karenanya mereka meyewa kamar (kos). Dapat dikatakan bahwa seorang mahasiswa mempunyai kesehariaan atau pekerjaan yaitu belajar tanpa mengenal waktu, baik di ruang kelas maupun ketika tugas-tugas di berikan oleh para pengajar yang membawakan rata-rata 8-9 mata kuliah yang notabenenya memliki minimal 23-24 SKS tiap semesternya (6 bulan). Melihat hal tersebut dapat dikatakan semester 1 hingga pada semester 5 mahasiswa di sibukkan dengan memburu angka-angka demi Ideks prestasi yang di tanamkan oleh kampus yang menyatakan bahwa angka 1,2,3 dan seterusnya merupakan tingkat kecerdasan seorang mahasiswa mampu bersaing dalam menjalani kehidupan di dunia seperti perkataan Dawin menyatakan “ yang kuatlah yang mampu bertahan”.

Kampus yang dapat di katakan sebagai pencetak manusia-manusia yang tercerahkan dan bijaksana karna ilmunya hampir di katakan telah bergeser dengan makna sebenarnya yang terbahasakan didalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, merupakan azas pedidikan di Indonesia. Berkaca dari hal tersebut hampir di katakan sebagian besar mahasiswa akan menghabiskan waktunya di Kos mereka atau bahkan di warnet yang kemudian melupakan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai seorang mahasiswa dimana salah satunya bentuk pengabdian kepada masyarakat bersifat terus-menerus tanpa meski di jadwalkan seperti dicanangkan oleh pihak kampus; KKN dan KKLP yang katanya mengabdi kepada masyarakat pada kenyataan menjadi tempat liburan massal bagi mahasiswa, hak tersebut tak lepas dari akibat Akademik yang begitu Full time, oleh karenanya mahasiswa oga-ogahan saja terhadap kegitan yang kemudian hadir dikampus  yang menyebabkan terhapusnya pemikiran kritis dan intelektual progresif. Namun tak pelak juga ada sebagian mahasiswa yang sadar akan fenomena tersebut yang akhirnya memilih untuk sadar akan realitasnya sebagai seorang mahasiswa yang kemudian hadir di lingkungannya untuk berbuat hal-hal yang dianggap berbeda dari mahasiswa Akademik, yang kemudiaan mengukur Indeks Prestasinya bukan pada tataran akademik melainkan pada tataran ketidak puasan akan pengetahuan yang tidak berpatokan angka-angka tetapi peran di lingkungan, baik terhadap internal sendiri ataupun juga eksternal. Mahasiswa seperti inilah yang kemudian menjadikan Kos mereka hanya sebagai tempat menumpukkan barang, Mandi dan ganti pakaian Selama itu belum mengganggu dirinya untuk di pakai. Bagi mereka pula terkadang sebuah kos adalah tempat public (bersama) Belajar (kajian da dialog) yang merupakan tempat merumuskan perubahan yang dicita-citakan dapat dikatakan setara dengan sekertariat pada umumnya, Namun  bagi mereka justru di luarlah sebenar-benarnya tempat kos ituberada. Dalam hal inilah Mereka di sebut di kalangan para Mahasiswa sebagai orang yang aktif dalam pencariaannya menemukan kebenaran, sampai pada ikut serta mewakili aspirasi bukan hanya kepentingannya semata melainkan kepentingan orang banyak tanpa melihat besar kecil hal tersebut, seperti ungkapan Imam Ali As “ Jangan Melihat siapa yang mengatakan tapi dengar apa yang dikatakannya.

Peletakan mahasiswa yang aktif ini di sebut sebagai Aktivis kampus. Seorang aktivis kampus merupakan pelekatan kata yang memliki makna yang sering menggugat, bersifat skeptis (kritis), intelektual, terscerahkan dan masih banyak lagi kata yang melekat sebagai inspirasi dari perbuatan melawan kemapanan kampus. Mahasiswa yang satu tak menjadi arogansi mendalam bagi para birokrasi kampus,ia di jadikan ssebgai manusia yang kasar dan berbudi pekrti dalam paham birokrasi kampus. Namun hal tersebut tidaklah menyurutkan tekatnya untuk berbuat demi seperti kutipan ini : Seorang aktivis ibarat sebuah Martir yang membuka jalan. Tapi jalan itu bukan untuknnNya”(sabda dalam persemayaman). .

0 komentar:

Posting Komentar