27 Januari 2013

Mendengar VS Didengar

Tidak semua yang bertelinga
bisa mendengar
Tidak semua yang mendengar
bisa mengerti
Tidak semua yang mengerti
bisa memahami
Tidak semua yang memahami
bisa berempati
Tidak semua yang berempati
bisa beraksi
Tidak semua yang beraksi
bisa mengevaluasi


Mendengar adalah perkara yang sangat gampang bagi orang normal, segampang memejamkan mata dan membukanya kembali. Hanya butuh telinga dan bunyi, maka apa yang disebut mendengar sudah dilakukan. Mendengar hanyalah proses bergetarnya gendang telinga dan mengantarkan stimulus ke otak. Sangat biologis. Selesai sampai disitu ? Tidak juga.

Mendengar juga adalah proses menyaring. Dalam satu detik kita terpapar ribuan stimulus dan informasi yang masuk melalui indera pendengaran. Dan dalam satu detik itu juga, kita bisa menentukan informasi mana yang kita pilih untuk didengarkan. Itulah penyaringan tidak sadar yang dilakukan diri kita atas perintah otak. Tak terbayangkan bahwa semua informasi itu masuk dan diproses di otak secara optimal. Jika itu yang terjadi, dalam hitungan menit otak kita akan kelebihan beban pemrosesan.

Tidak semua yang kita dengar bisa kita mengerti. Oleh proses penyaringan itu hal-hal yang tidak perlu kita dengarkan kita abaikan begitu saja. Kita memilih dari sekian banyak informasi itu mana yang INGIN kita dengar. Proses penyaringan itu juga bersifat sadar dengan mengikutsertakan keinginan kita untuk mendengar apa yang ingin didengarkan. Apa yang menurut kita penting untuk didengar maka itulah yang didengar dan diproses, sementara yang lain diabaikan. Seandainya pun diproses maka pemrosesan itu hanyalah pada tingkat terendah di otak.

Hal yang sulit dari mendengar adalah ketika proses selanjutnya hanya berhenti pada mendengar belaka. Orang yang mengerti apa yang didengar belum tentu memahaminya. Paham memang membutuhkan kerja yang lebih lagi dari seorang manusia. Selain melibatkan otak, juga melibatkan aspek kepribadian yang lain.

Dan orang yang telah melewati proses pemahaman, belum tentu juga mampu berempati terhadap apa yang telah dipahaminya. Empati membutuhkan kepekaan dan kecerdasan emosi untuk berada di pihak lain tanpa tercebur ke dalamnya. Dan yang berempati belum tentu juga mampu untuk melakukan aksi dan tindakan. Aksi dan tindakan membutuhkan kemampuan yang lain yang lebih dari sekedar empati.

Tetapi YANG PALING SULIT dari proses mendengar adalah : “mendengar dan bukan hanya didengar”. Setiap orang normal pasti bisa mendengar. Tapi mendengar menjadi sulit ketika seseorang hanya mau didengar dan tidak mau mendengar. Didengar oleh orang lain memang enak dan bagi sebagian orang penting. Mendengarkan suara orang lain menjadi masalah yang sulit ketika kita tidak membuka ruang dalam diri kita untuk memberikan orang lain menyampaikan apa yang dipikirkannya.

Masalah “mendengar dan didengar” bukanlah di telinga. Dia ada disini, di diri ini : Apakah “ruang” itu telah terbuka untuk mendengar daripada hanya didengar ? Sulit memang.

Mendengar memang bukan hanya butuh telinga. Dia butuh otak, butuh hati, butuh emosi, butuh empati, butuh aksi, dan juga butuh “ruang lain” dalam diri. Sesuatu yang kelihatannya sederhana bisa saja berujung kerumitan dan kesulitan.

Mari Mendengar….

0 komentar:

Posting Komentar