09 November 2012

Pimpinan oh Pimpinan........


Pesta demokrasi di kampusku yang di adakan setiap tahun sekali merupakan pesta mahasiswa secara resmi yang sangat kompleks yang di adakan oleh BEM/DPM kampus. Ini merupakan pesta penentuan sikap untuk memilih pemimpin yang progresif yang tau cara me menej arah kebijakan birokrasi terhadap kepentinga mahasiswa. Tentu keberadaan mereka di kursi yang telah tersediakan merupan representasi dari suara mahasiswa untuk di sampaikan kepada birokrasi.

Pesta demokrasi kampusku biasanya terjadi persaingan yang sangat ketat baik antar OKP, baik yang primordial, maupun yang skala nasional menunjukan giginya masing-masing kemudian di taburi dengan propaganda yang setinggi langit. Yang seakan menjanjikan kampus ke awan surga.

Penulis tidak mensesalkan akan hal itu, akan tetapi paradigma politik internal kampus masih bersikap primordialisme, yang ending akhirnya melahirkan satu diskriminasi plitik yang tidak etis dalm kalangan mahasiswa. Seharusnya itu perlu di bumi hanguskan kalau menurut penulis. Karena. Akan melahirkan satu kontradiktif yang sangat panas. Di anataranya adalah politik pengklaiman yang sangat kental yang seakan akan hanya ada satu suku yang layak menjadi penguasa atau presma.

Seharusnya menjadi pemimpin itu untuk kampusku itu adalah orang-orang yang berani menyatakan sikap untuk kepentingan rakyat kampus/mahasiswa. Sebab sejarah telah mencatat terkait dengan dinamika kampusku, itu belum ada satupun pemimpin yang memberanikan diri menyatakan sikap. Sebab, tolak ukur kriteria pemimpin untuk konteks ikip itu sejauh mana dia pandai mencarikan solusi terkait dengan sebuah persoalan. Misalnya ketika SPP melambung tinggi, kemudian fasilitas yang tidak memadai, pelayanan birokrasi yang tidak efektif dlln. Tapi kalau seandainya persoalan ini di jadikan sebagai bahan wacana dan retorika belaka, tidak tutup kemungkinan finalnya akan di jadikan referensi politik untuk berkonspirasi negatif atau kepentingan pribadi. Alasannya jelas, jika saja presma menekan aka kepentingan mahasiswa maka dia tidak mendapatka bagian misalnya, di s2 kan oleh kampus, dan begitu pun sebaliknya. Jika presma pandai memainkan peta politik yang dimana birokrasi berada dalam satu posisi yang tidak merugikan maka surga untuk masa depan presma.(bac.ikip politik)

Selama ini mahasiswa di jebak dalam persoalan kegiatatan yang di canangkan oleh BEM/DPM yang hanya saja di nikmati oleh segelintir kelompok tertentu. Seharusnhya tolak ukur BEM/DPM adalah sejau dia melawan segala kebijakan kampus yang di nilai kurang menguntungkan masa depan mahasiswa, mengingat mahasiswa ikip berlatar belakangkan rakyat kelas bawah dan menengah, pendapatan ortunya cukup, bahkan di bawah standar. Indikatornya adalah keterlambatan mahasiswa membayar SPP dan biaya-biaya lainnya.
Lalu, memungkinkah kita bertanya kepada ketua BEM/DPM yang setengah hati itu !

Saya rasa wajar sebagi hak seorang mahasiswa yang mempertanyakan persoalan itu. Tapi, tidak tutup kemungkinan jawaban itu akan di ekspor secara detail. Kecuali informasi itu di sebarkan hanya getahnya saja, dan itupun ada konspirasi yang memadai menyangkut masa depan imeg kampus yang harus di jaga oleh orang-orang yang berkepentingan. Jadi mereka tidak sembarang menyebarkan isu akan tetapi isu itu di poles sedemikian rupa oleh kelompok tertentu. Setingan-setingan yang memadai akan persoalan itiu tergantung dari pada tim yang telah di bentuk oleh kampus yang di percayakan untuk memainkan isu-isu itu di tengah-tengah mahasiswa.

Jadi tidak heran persoalan kampusku dalam konteks SPP yang melambung tinggi di respon pada akhir tahun oleh BEM/DPM institut. Seharusnya awalnya ada kesepakatan tertulis oleh presma terhadap birokrasi kampus, khususnya terkait masalah SPP untuk tidak di naikan lagi pada tahun berikutnya. Kalau saja sikap embel-embel semacam itu yang di tampilkan oleh aktifis oportunis, jadi wajar seluruh mahasiswa selama ini tidak mau tau dengan kondisi kampus yang ada, mengingat seluruh aktifis kampus terjadi sikat-siku dengan birokrasi.

Tidak heran mahasiswa setiap di tanya Oleh dosennya, kenapa anda tidak masuk ? hampir 70% beralasan kurang enak badan alias sakit. Jadi, dosen yang tidak mau tau akan hal yang subtansial yang tidak masuk dalam kategori logika mereka, tetap akan bersih keras memberinya sanksi yang tidak rasional.
Maka dari dengan adanya kondisi kampus yang tidak sehat seperti ini perlu ada sebuah pertimbangan rasional yang murni, memilih pemipimpin yang militan paham akan kondisi rakyat kampus. Yang tau latar belakan

0 komentar:

Posting Komentar